oleh Kata-Kata Indah Para Pujangga pada 10 September 2010 jam 22:08
Percakapan yang kita lagukan sedari malam
mengetuk kaca-kaca jendela perlahan-lahan redam.
Telah jauh menuju subuh penatmu telah lama berlabuh.
Membiarkanku terjaga mengayuhkan kesedihan.
Tak seperti sayup napasmu berjam lalu
gemuruh takbir urung ramaikan laut sepiku.
Nyeri angin menusuki tulang tuaku.
: Sudahi keluhanmu,
karna bertiga tetap kita punya cerita.
Engkau,aku,dan Tuhan di atas sana.
Ucapmu sesaat sebelum lelap.
Di beranda yang serupa masih aku merasa iba.
Kepadamu,kepadaku,kepada kemiskinan kita.
Sebentar lagi datang pagi saatnya kita pergi.
Menuju tanah lapang tempat berdiri para pemenang.
Dan kita,
tertata rapi di belakang menunggu zakat dibagikan.
Tak ada yang kita rayakan
selain berkantung kemurahan
yang telah Tuhan titipkan.
Tahukah kamu istriku?
dalam sisa usia yang tak lagi seberapa
tak ada yang lebih aku inginkan
selain melihatmu memakai mukena baru
berjalan menuju tempat itu layaknya seorang ratu.
(berkantung kewajiban kutitipkan berhari sebelumnya,dalam akad yang membanggakan)
Tapi aku bisa apa?
aku bisa apa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar